Diary of 7-3 Student Part 2: Arti seuntai kata
“Nanti aku pulang sendiri aja kak.” Kata Ify saat turun dari mobil kakaknya yang sudah SMA, Kak Zevana.
“Emang kamu bisa dek?” Tanya Zevana ragu.
“Bisa dong kak. Aku udah murid SMP, bukan anak kecil lagi. Lagian Aren kan searah sama aku. Jadi ada temen pulang.” Ify menjelaskan dengan tidak sabar. Pasalnya Ify melihat Rio melintasi parkiran dengan sepedanya.
“Tapi kamu ‘kan…”
“Ya udah kak. Ify duluan.” Potong Ify sambil berlari kearah Rio yang sedang memarkir sepedanya.
“Pagi Rio!” Sapa Ify ceria. Rio hanya menoleh dan langsung sibuk lagi dengan gembok sepedanya.
“Jawab dong Ri. Kok diem aja sih?” senyum Ify melemah. Dia paling benci diabaikan.
Rio hanya melirik Ify tanpa senyum sebelum menjawab “Pagi Fy.” Dengan setengah hati sebelum berjalan kearah kelas 7-3.
Tapi jawaban Rio cukup untuk mengembalikan senyum Ify saat dia menjajari langkah Rio. Positive thinking Fy! Seenggaknya Rio inget namaku! Pikir Ify ceria.
Sesampainya di kelas Rio mendului Ify dan langsung duduk di tempatnya. Ify sendiri sempat menyapa Agni dan Dea sebelum duduk di kursinya.
“Pagi Fy.” Sapa Alvin dari belakang Ify.
“Pagi Vin.“ Jawab Ify menoleh ke belakang, memamerkan senyuman manisnya.
“Hari ini kita gak ada matematika atau fisika ‘kan? Gak sabar nih. Hari ini ‘kan jadwalnya sejarah, bahasa indonesia, PPKN sama olahraga. Gue ‘kan jago banget kalo soal pelajaran yang gak ada itungannya”
Alvin membuat senyum Ify berubah menjadi tawa kecil. Sementara Cakka yang duduk di samping Alvin sambil memainkan HP-nya hanya memutar matanya, tampak jelas bosan dengan kenarsisan Alvin.
“Jangan narsis deh. Liat aja nanti.” Jawab Ify.
“Pagi Ify, Alvin, Cakka…” Sapa Aren yang baru datang.
“Pagi.” Jawab Ify, Alvin dan Cakka bersamaan.
“Cuacanya cerah banget ya Ren?” Tanya Cakka. Ya ampun Cak, cuaca? Gak asik banget sih topiknya? Pikir Alvin geli. Kemarin Cakka memang mengaku pada Alvin dan Agni bahwa dia naksir Aren.
“Iya. Emang cerah banget.” Jawab Aren. Yah, Aren. Cakka ngomongin cuaca diladenin. Ganti Ify yang menahan tawa mendengar obrolan konyol ini.
“Ify.” Panggil suara yang sejak tadi memang ditunggu-tunggu Ify.
“Pagi Gabriel…” Ify berbalik dengan cepat & menemukan Gabriel sedang tersenyum padanya. Senyum yang bias membuat setiap cewek meleleh seperti cokelat yang diletakkan di aspal jam 12 siang musim panas (Maaf nih, penulisnya agak terobsesi sama senyumnya Gabriel…). Termasuk Ify yang sempat speechless sekian detik karena menerima hadiah yang indah banget pagi-pagi.
“Gue kira lo belom dateng. Sekarang ‘kan masih 10 menit sebelum bel. Lo udah siap buat pelajaran bahasa pertama kita? Ini gak kayak pelajaran bahasa biasa loh. Gue udah baca buku cetaknya. Ternyata materi pertama tuh tentang bahasa dalem puisi dan lagu. Jadi kayak kiasan gitu deh. Gue yakin ini akan jadi asik banget.” Gabriel menjelaskan dengan semangat.
Dengan cepat obrolan antara Ify dan Gabriel terjalin. Tapi tak satu pun di antara mereka yang menyadari ada 2 orang yang memperhatikan mereka mengobrol.
Salah satunya adalah Alvin. Alvin menatap Alvin dengan rasa sakit di hatinya. Pertama kali Alvin bertemu Ify saat pendaftaran. Alvin memang hanya melihat Ify sekilas. Tapi Alvin punya ingatan yang kuat, sangat kuat. Alvin suka pada Ify sejak saat itu. Alvin luar biasa senang bisa sekelas dengan Ify, meskipun dia tidak terang-terangan memperlihatkannya. Sebenarnya, kemarin Alvin jatuh bukan karena berusaha mendului Cakka dan Agni, tapi tersandung kaki meja karena sibuk memperhatikan Ify.
10 menit sebelum bel istirahat
Sekarang pelajaran bahasa Indonesia. Sementara Pak Duta menjelaskan Ify malah asik menggambari halaman terakhir buku tulisnya dengan pensil.
“Fy, peratiin dong!” Bisik Alvin.
“Emang kenapa?” Ify balik bertanya dengan suara pelan. Bisa dihukum habis-habisan mereka kalau ketahuan tidak memperhatikan penjelasan Pak Duta dan malah mengobrol. Meskipun jelas satu kelas sudah bosan menunggu pelajaran selesai. Contohnya Agni yang sedikit-sedikit melirik jam tangannya dengan tidak sabar dan Nova di belakang sana yang mendengarkan iPod dengan kabel earphonenya ditutupi rambutnya yang digerai.
“Kalo lo gak nyatet dan gak ngerti gue mau nyalin catetan siapa dong? Cakka cuma asal nyatet. Pasti isi catetannya longkap-longkap dan banyak yang disingkat-singkat. Punya Aren sih pasti rapi, lengkap dan jelas tulisannya. Tapi gak akan dipinjemin. Paling diomelin gara-gara gak nyatet.” Jawab Alvin, masih dengan suara lirih.
“Gue juga gak nyatet. Nanti mau minjem catetannya Gabriel. Tuh anak kan catetannya rapi banget. Abis itu lo boleh pinjem catetan gue deh.” Bisik Ify.
“Ify! Alvin! Jangan bisik-bisik!” Pak Duta membuat Ify dan Alvin tersentak.
“Maaf pak.” Jawab Ify dan Alvin bersamaan.
“Bapak punya PR untuk kalian semua. Cari makna dari kalimat ini. Dikumpulkan lusa, hari Jum’at, saat pelajaran bapak. Dikerjakan berkelompok, satu kelompok 2 orang.” Pak Duta menjelaskan sambil menulis satu kalimat di papan tulis.
“Fy gue sekelompok sama lo ya? Caka mau sekelompok sama Aren.” Bisik Alvin.
“Ya udah deh. Kalo nggak sama lo gue mau siapa lagi? Gabriel udah pasti sama Rio.” Desis Ify.
“Kok kedengerannya seolah-olah gue pilihan terakhir sih Fy?” Ify hanya nyengir dan memperhatikan pak Duta keluar dari kelas tepat sebelum bel istirahat berdering.
“Ke kantin yuk Fy?” Ajak Alvin.
“Ayo.” Jawab Ify berdiri.
“Fy aku ikut.” Aren menutup buku catatannya.
“Kalo Aren ikut gue juga ikut.” Cakka tiba-tiba sudah berdiri di samping Alvin.
“Ya udah yuk.” Alvin menarik tangan Ify keluar kelas.
“Ren, jadi lo bahasa sekelompok sama cowok gila ini? Ckckck. Gue takut nanti abis kerja kelompok lo jadi ikut-ikutan gila.” Ify membuka pemicaraan sekaligus meledek Cakka. Sekali dayung 2-3 pulau terlampaui.
“Ya elah Fy. Gue gak gila kali. Lo tuh yang gila. Bukannya nyatet pelajaran yang lo tau gurunya killer malah sibuk pacaran.” Cakka membalas ledekan Ify.
“Daripada nyatet tapi isinya gak jelas kayak lo.”
“Ify, Cakka, udah dong berantemnya. Kasian tuh Alvin.” Aren cekikikan.
Ify dan Cakka memandang Alvin lalu diam sejenak mendengarkan senandung pelan Alvin. Saat menyadari apa yang dinyanyikan Alvin tawa mereka meledak. Begini nih lirik ‘lagu’ yang dinyanyikan Alvin: “Kacang-kacang. Dijual murah. Ada kacang tanah, kacang kulit, kacang telur, kacang ijo, kacang merah, kacang ungu, kacang pelangi…”
“Vin, gue tau suara lo bagus. Tapi kita udah nyampe kantin.” Kata Ify setelah tawanya reda.
“Gue tau kalo suara gue bagus kok Fy.” Alvin duduk disamping Ify sementara Cakka dan Aren duduk di seberang mereka.
“Kayaknya gue salah nih udah muji lo.”
Pelajaran olahraga, jam terakhir.
Kelas 7-3 sekarang pelajaran olahraga. Guru olahraga mereka, Pak Dave memerintahkan mereka untuk main basket sementara beliau menghilang entah kemana. Di SMP Melodi ada 2 lapangan basket. Jadi sekarang satu lapangan dipakai murid cowok main basket 4 on 4 yang satu lagi dipakai murid cewek.
Alvin dan Aren duduk di lantai semen di pinggir lapangan. Bangkunya masih basah
habis dicat.
Awalnya mereka berdua hanya diam-diaman. Aren yang agak pendiam
jarang mengobrol dengan Alvin. Biasanya sifatnya itu tertutupi sifat Ify yang
cerewet. Alvin sendiri bingung mau bicara apa dengan Aren.
Akhirnya Aren memecahkan keheningan dengan bertanya, “Lo suka baca novel gak Vin?”
“Kadang-kadang aja. Emang kenapa?”
“Pernah baca Diary of a Wimpy Kid?”
“Itu sih novel favorit gue. Kocak banget!”
“Apalagi yang kedua. Sumpah, lucu banget!” Aren tertawa kecil. Akhirnya mereka mengobrol sambil tertawa-tawa. Mereka tidak sadar kalau Cakka memperhatikan mereka dari jauh. Ih si Alvin ngapain sih pake ngobrol sama Aren gitu! Udah tau gue suka sama Aren. Pikir Cakka kesal.
“Cak awas!” Cakka mendengar seseorang berteriak tepat sebelum sesuatu yang keras menghantam kepalanya.
“Aduh!!! Mainnya pada yang bener dong! Sakit tau!” Cakka berteriak sambil menggosok kepalanya yang sakit terkena bola basket.
“Lo yang harusnya bener Cak! Bengong mulu sih!” Jawab Goldi yang tadi buru-buru menghampirinya. “Sakit ya?”
“Ya iyalah!”
“Pusing?”
“Dikit.”
“Oke. Lo istirahat aja sana. Alvin! Sini!” Goldi yang kapten team Cakka memutuskan dengan cepat. Cakka melangkah dengan gontai ke pinggir lapangan. Cowok satu ini memang suka main basket. Tapi kalau sudah tidak mood, tidak akan mau main sama sekali.
“Ify?” Dia berhenti persis di depan Ify yang sedang minum air mineral di bangku di pinggir lapangan. Bukannya tadi yang duduk di pinggir lapangan Aren?
“Eh Cakka.” Jawab Ify.
“Bukannya tadi yang duduk disini Aren? Bukannya tadi lo lagi main?”
“Gantian. Capek tau gak! Gue kan kapten, lawan gue kaptennya Agni. Dia sama Zahra mainnya cepet banget. Gue capek banget. Untung ada Dea. Jadi bebannya kurang.” Ify mengeluh.
“Lagian mau disuruh jadi kapten. Udah tau Agni kalo udah main sama Zahra gak bisa dikalahin. Bagi dong minumnya.”
“Gue tau mereka emang jago. Tapi gue kira masih ada celahnya. Ternyata gue salah. Nih.” Ify mengambil sebotol air mineral dingin yang memang disediakan di cooler box untuk kelas VII-3.
“Sadar juga akhirnya. Tapi permainan lo juga not bad kok. Kalo dilatih terus pasti lo bisa ngalahin Agni.” Jawab Cakka sebelum meminum air mineralnya.
“Gue lempar bola dari dalem garis three point aja tadi yang berhasil cuma 2 kali dari 5 lemparan. Belom lagi ngambil bola dari Agni. Susah banget tau. Lagian mana ada yang mau ngelatih gue.”
“Gue mau kok bantuin lo latihan. Gini-gini pas SD gue kapten team basket loh.”
“Hah? Serius lo mau bantu gue?”
“Why not? Kalo perlu gue latih lo 3 hari. Dari hari ini sampe hari Kamis. Meskipun gue cuma bisa ngelatih 2 jam. Tapi nggak gratis. Ada syaratnya.” Cakka nyengir pada Ify.
“Apaan?” Ify menatap Cakka dengan tatapan menyelidik. Cakka lalu berbisik di telinga Ify. Setelah itu Ify terlihat berfikir sejenak.
“Oke deh. Gak masalah.” Jawab Ify akhirnya.
“Kalo gitu gue tunggu lo di sini pulang sekolah. Bola basketnya nanti gue pinjem sama Agni.” Cakka dan Ify mengesahkan perjanjian itu dengan bersalaman.
Pulang sekolah
Ify meletakkan tasnya yang baru diambil dari kelas di pinggir lapangan lalu menghampiri Cakka yang sedang memainkan bola basket Agni sendirian di tengah lapangan. Cakka yang melihat Ify sudah datang melempar bola basketnya pada Ify.
“Coba lo masukin ke ring. Dari dalem garis three point aja dulu.” Cakka memberi komando, memulai latihan mereka.
Hari Rabu, pulang sekolah.
“Fy ngerjain tugas kelompok bahasa yuk!” Ajak Alvin mengejar Ify yang sudah keluar dari kelas lebih dulu.
“Gak bisa hari ini Vin. Gue ada latian basket sama Cakka. Besok aja ya.” Jawab Ify sebelum berjalan cepat ke lapangan basket.
Hari Kamis, pulang sekolah.
“Ify!” Panggil Alvin menunduk memandang Ify yang sedang mengikat tali sepatunya di samping pintu kelas.
“Kenapa Vin?” Jawab Ify tanpa mengangkat kepalanya dari sepatunya.
“Ngerjain tugas bahasa yuk!”
“Gue mau latihan basket dulu Vin! Latihan terakhir hari ini! Kalo nggak lo kesini aja 2 jam lagi. Pasti gue udah selesai latihan.” Kata Ify.
“Tapi Fy…”
“Bye Vin! Cakka udah nunggu tuh!” Potong Ify sambil berlari ke lapangan, meninggalkan Alvin yang hanya dapat memandang cewek itu dengan kecewa.
Seusai latihan.
“Udah bisa kan sekarang? Lo udah makin jago. 4 dari 5 lemparan lo dari luar garis three point berhasil. Tugas gue ngelatih lo udah selesai. Sekarang tinggal laksanain janji lo aja.” Kata Cakka. Mereka baru selesai latihan.
“Itu sih gampang. Tapi Alvinnya udah tau kan?” Tanya Ify.
“Belom. Abis ini mau gue kasih tau.” Jawab Cakka.
“Tapi kenapa sih lo mau buang-buang waktu lo buat ngelatih gue? Padahal nggak lo latih sekalipun gue juga gak akan nolak kalo Alvin ngajak gue jalan.”
“Gue cuma mau mastiin lo gak akan nolak.”
“Emang kenapa sih Alvin mau ngajak gue jalan?”
“Gue punya feeling kalo… Ah udahlah. Gak penting. Yang pasti lo gak akan nolak ‘kan?”
“Emang gue punya kesempatan? Gue udah janji. Dan yang namanya Alyssa Saufika Umari itu gak akan ingkar janji.”
“Oke deh. Gue percaya kok sama lo.”
Jum’at pagi
“Ku tak percaya…
Kau ada disini…
Menemaniku…
Di saat dia pergi…” Ify menyenandungkan lagu Rasa ini pelan sambil berjalan kearah kelasnya. Saat sudah di dekat kelasnya Ify berhenti dan tiba-tiba bersembunyi dibalik pilar didepannya melihat Alvin setengah menarik-setengah menyeret Cakka ke sisi lain pilar tempat Ify bersembunyi.
“Cak maksud lo apa sih pake ngelatih Ify main basket segala? Lo kan tau gue suka sama dia! Atau lo mau ngerebut dia dari gue?” Alvin berbisik pelan pada Cakka. Tapi Ify cukup dekat
untuk mendengar omongan Alvin. Tapi Ify memilih diam.
“Tenang Vin. Gue gak berusaha ngedeketin Ify kok.”
“Trus ngapain lo pake ngelatih Ify main basket segala?”
“Gue cuma mau minta sesuatu sama dia.”
“Minta apa?”
“Minta supaya dia mau jalan sama lo.” Jawaban Cakka ini membuat Alvin diam sejenak.
“Maksud lo?” Alvin terdengar tidak percaya.
“Gue mau ngelatih dia main basket dengan syarat dia gak akan nolak kalo lo ngajak dia jalan.”
“Lo serius Cak?”
“Ya iyalah. Masa lagi kayak gini gue bercanda.”
“Kok lo gak bilang sama gue?”
“Gue kenal elo udah lama bro. Gue tau lo pasti mau usaha sendiri. Gak akan mau gue bantu,” Jawab Cakka pelan.
“Ya ampun Cakka, gue minta maaf banget ya. Gue udah kasar sama lo tadi.”
“It’s okay. Udah yuk ke kelas. Nanti ada yang denger obrolan kita lagi.” Alvin hanya menurut saja ajakan Cakka itu. Ify tiba-tiba merasa seakan-akan baru mendapat pencerahan. Dia berjalan
masuk ke kelas dan langsung duduk di kursinya.
“Pagi Aren, Cakka, Alvin.” Sapanya ceria sambil mengeluarkan buku latihan bahasa indonesianya. Dia belum sempat mengerjakan PR-nya. Dia benar-benar bingung.
“Pagi Fy. Um… Ify, gue belom ngerjain PR bahasa. Gue gak ngerti maksud kalimatnya.” Kata Alvin.
“Oke. Sori ya Vin kemaren-kemaren gue sibuk latihan basket. Padahal lo udah ngajak ngerjain tugasnya. Gue juga belom ngerjain. Tapi kayaknya gue udah ngerti deh. Bentar ya.” Jawab Ify lalu menunduk membaca satu-satunya
kalimat dibuku latihannya. Kalimat itu berbunyi: Kita bagai bulan dan bintang.
Ify menulis di baris berikutnya lalu menyerahkan buku latihannya pada Alvin.
“Bulan dan bintang saling membutuhkan. Tanpa bintang bulan takkan bersinar dan tanpa bulan bintang bagai sendirian. Sama seperti persahabatan. Sahabat pasti saling membutuhkan.” Baca
Alvin.
“Ya ampun Fy, dalem banget! Ngutip dari mana lo kalimat ini?” Sambar Cakka.
“Enak aja ngutip. Gue mikir sendiri tau.” Jawab Ify mengundang tawa sahabat-sahabatnya itu.
Nggak bener-bener mikir sendiri sih, berkat lo sama Alvin gue sadar kalo seorang sahabat sejati pasti rela berkorban demi sahabatnya. Makasih ya Cak, lo udah ngajarin gue main basket dan
ngindarin gue sama Alvin dari hukuman Pak Duta. Tapi yang paling penting, lo
udah ngajarin gue arti persahabatan yang sebenarnya. Pikir Ify.
***
Tunggu deh, katanya yang memperhatikan Ify dan Gabriel dua orang? Selain Alvin siapa lagi?
Jadi nggak ya, Alvin sama Ify jalan?
Baca lanjutannya di Diary of 7-3 Student Part 3: Partner in Crime.
Senin, 14 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar